Monday, April 11, 2011

Perpustakaan Kami Sepi Buku, Ramai Pengunjung



Seorang petugas perpustakaan di SMA Negeri 1 Lembang, Kabupaten Pinrang bertutur mengenai minimnya buku bacaan di sekolah itu, kepada citizen reporter Nilam Indahsari. Ini potret umum di daerah: perpustakaan dengan koleksi buku yang jarang bertambah, membuat para siswa terpaksa mengulang membaca buku yang itu-itu saja. Minat baca siswa di sekolah ini cukup tinggi, dengan tingkat kunjungan hingga 60 orang per hari. Bahkan, tak jarang siswa rela antre sebelum perpustakaan buka. Ironis memang, perpustakaan ramai pengunjung, tapi sepi buku.(p!)



Jumat (16/03) pagi ini saya menerima sepucuk surat. Ini adalah surat pos pertama yang saya terima dalam empat tahun terakhir ini, karena saya cenderung menggunakan fasilitas telepon genggam dan email untuk berkomunikasi dengan teman-teman. Surat itu dari teman kuliah saya bernama A. Nurhidaya. Saya dan teman-teman kuliah sering menyapanya Yaya.


Berbeda dengan saya, Yaya telah menyelesaikan studinya sekitar dua tahun lalu. Selepas dari bangku kuliah, kami masih sering bertemu, hingga akhirnya ia pindah ke Tarakan, Kalimantan Timur. Di sana ia bekerja sebagai tenaga pengajar di sebuah lembaga kursus, demikian kabar dari teman kuliah saya yang lain, sekitar setahun lalu. Beberapa bulan lalu ia menelepon saya, mengabarkan kalau ibunya jatuh sakit. Karena itu, ia memutuskan untuk pulang kampung dan menjaga ibunya. Di kampung halamannya, Pinrang, Yaya bekerja di perpustakaan SMA Negeri 1 Lembang.


Sambil menyeruput teh hijau hangat, saya membaca surat Yaya. Dalam surat itu, Yaya banyak membagi kisah tentang ia dan perpustakaan tempatnya bekerja. Saya akan membaginya sebagian dalam tulisan ini.


***


SMA Negeri 1 Lembang terletak di kecamatan Lembang yang merupakan kecamatan terujung di utara Sulawesi Selatan dan berbatasan langsung dengan provinsi Sulawesi Barat. Dari ibukota Pinrang, Lembang terletak sekitar 36 kilometer. Membayangkan jarak ini, saya berasumsi kalau kecamatan ini cukup jauh dari akses informasi yang memadai. Saya pernah mengajak Yaya berkirim email, namun katanya untuk bisa akses internet dari tempat tinggalnya sangat sulit. Warung internet hanya ada di ibukota kabupaten dan untuk sampai ke sana harus berganti-ganti kendaraan umum.


Yaya melihat minat baca para siswa di sekolah tempatnya bekerja cukup tinggi. Dalam sehari, sekitar 30 - 60 dari 536 total siswa mendatangi perpustakaan. Ketika perpustakaan terlambat dibuka, mereka bahkan rela menunggu di depan mushalla yang berada tak jauh dari perpustakaan, sembari menanti jam pelajaran dimulai. Pagi-pagi, mereka ingin tahu kabar terkini yang diberitakan oleh koran-koran langganan sekolah.


Luas perpustakaan sekolah ini sekitar 36 meter persegi. Di dalamnya selain rak buku, terdapat 2 meja panjang, 1 meja sedang, dan 24 kursi yang diperuntukkan bagi para pengunjung. Tak jarang, ketika kursi itu tak mencukupi jumlah siswa yang berkunjung, mereka membagi sebuah kursi untuk duduk berdua. Pihak sekolah belum memikirkan untuk mengadakan ruangan yang lebih besar karena koleksi perpustakaan mereka sendiri belum begitu banyak.


Saat ini, di perpustakaan itu baru tersedia sekitar 2.000 eksamplar literatur. Sebagian besar adalah buku paket untuk mata pelajaran eksakta dan non-eksakta. Selebihnya adalah buku-buku fiksi, majalah umum, klipping, buku-buku panduan, koleksi khusus yang terdiri dari ensiklopedi, kitab suci, dan buku matematika seri olimpiade. Selain itu ada pula beberapa edisi koran harian dan tabloid pendidikan. Namun, kamus bahasa asing maupun Indonesia sama sekali belum ada.


Pihak sekolah sebenarnya ingin menyediakan koleksi bacaan yang banyak. Bahkan mereka ingin perpustakaannya dilengkapi televisi dan video compact disc, agar para siswa kian tertarik masuk perpustakaan. Namun, mereka masih terkendala persoalan klasik yaitu dana.


Meski demikian, pihak sekolah terus berusaha sebisa mungkin agar jumlah koleksi perpustakaan mereka bertambah. Salah satu usaha itu adalah mewajibkan tiap siswa yang akan tamat untuk menyetor sebuah buku bacaan. Langkah inilah satu-satunya usaha yang berhasil dan berjalan cukup lancar. Namun menurut Yaya, biasanya para siswa menyetor ala kadarnya saja, asalkan sesuatu berupa bacaan. Sangat jarang yang isinya relevan dengan kebutuhan siswa.


Bacaan sastra, tulis Yaya, banyak menyedot minat para siswa. Sayangnya, di perpustakaan sekolah ini, baru tercatat 39 koleksi bacaan fiksi, berupa buku dan majalah sastra. Delapan buku di antaranya baru masuk ke perpustakaan sepekan lalu dan langsung membuat panjang daftar tunggu peminjam. Koleksi tersebut adalah sumbangan dari sejumlah mahasiswa yang mengadakan pameran buku di kecamatan tersebut. Daftar meminjam buku! Ini adalah hal yang baru saya dengar. Siswa antre untuk meminjam buku baru. Yang sering terdengar di kota adalah daftar membeli mobil jenis baru atau di surat kabar diistilahkan “indent”, atau juga daftar tunggu calon haji, karena kuota yang terbatas.


Banyak siswa berkeluh kesah bahwa mereka bosan dengan bacaan fiksi yang itu-itu saja. “Pernah saya melihat seorang siswa berdiri agak lama di depan koleksi buku fiksi. Tampaknya ia bingung hendak memilih buku apa yang akan ia baca. Melihat hal itu, saya mencoba membantu dengan mengajukan beberapa judul yang ada sebagai alternatif. Ketika itu saya merekomendasikan “Burung-burung Manyar”, “Atheis”, “Yel”, dan “Ziarah”. Siswa tersebut kemudian menjelaskan bahwa ia bingung bukan karena tidak memiliki gambaran akan membaca buku yang mana, karena sebenarnya semua judul buku fiksi dalam koleksi sudah dibacanya. Ia hanya sedang menimbang buku mana yang menarik baginya untuk dibaca ulang,” tulis Yaya dalam surat.


Para siswa wajar mengeluhkan hal ini kepada pihak sekolah mereka. Tapi apa boleh buat, akses informasi pihak sekolah juga masih terbatas tentang pihak-pihak yang dapat memberikan mereka bantuan. Yaya sebenarnya berharap saya dapat mencarikan pihak-pihak yang bisa membantu penyediaan koleksi bacaan fiksi, meski itu hanya sebatas informasi.


Namun, saya hanya dapat menuliskan pengalaman serta kondisi perpustakaan tempat Yaya bekerja. Saya pun berharap, melalui tulisan ini ada yang tergerak hatinya untuk menyumbangkan buku ataupun bentuk literatur lainnya ke perpustakaan tersebut. (p!)



*Citizen reporter Nilam Indahsari dapat dihubungi melalui email nilam_indahsari@yahoo.com


Courtesy: Panyingkul!

No comments: