Wednesday, April 13, 2011

Saya Berada di Rumah Venetia di Kyoto Setiap Selasa

Segelintir teman menyarankan untuk membatasi waktu menonton tayangan televisi. Selain menonton sebenarnya adalah laku konsumsi--yang berarti memosisikan kita sebagai pelaku pasif, tak jarang menu yang disajikan serupa junk food yang tak baik untuk kesehatan.


Saya setuju dengan mereka. Batasan pun saya buat: hanya menonton beberapa berita -bukan kriminal- dan dua serial di televisi. Serial pertama 'Gentle Journeys' --saya tak akan membahas program ini lebih lanjut--dan kedua 'At Home with Venetia in Kyoto'.


'At Home with Venetia in Kyoto' diputar setiap selasa dan rabu di NHK. Program bilingual english-nihon go ini mengikuti langkah sehari seorang perempuan berkebangsaan Inggris, Venetia Stanley, yang memilih menetap di Jepang. Sekitar tiga belas tahun silam ia dan suaminya, Tadashi Kajiyama--seorang fotografer, mendirikan rumah di lembah pegunungan daerah Ohara, Kyoto.


Menjalin Relasi dalam Kehidupan tanpa Jejaring Sosial Internet


Sebelum menikah, Yazid Sururi--pendamping hidup saya, mengajak tinggal di desa. Saya mengiyakan dengan sebuah syarat: harus ada koneksi internet! Namun cita-cita hidup di desa dengan tetap terkoneksi internet perlahan luruh setelah melihat bagaimana Venetia menjalani hidup sehari-harinya di Ohara. Gaya hidup Venetia seperti yang diperkenalkan oleh NHK sebagai 'eco-friendly and people-friendly' tak begitu intens dalam gelut hiruk-pikuk interaksi manusia di dunia maya—seperti di social network system (SNS). Asumsi ini diperkuat setelah saya mencoba beberapa kali menemukan akun nama-nama yang ada dalam tayangan serial tersebut, namun hanya menemukan satu yang juga masih saya nanti konfirmasinya.


Jika di SNS orang-orang bisa bercocok tanam tanpa memiliki lahan nyata tapi cukup memakai aplikasi permainan seperti farm ville yang hanya membutuhkan keterampilan menggunakan mouse, maka Venetia benar-benar memiliki tanah bertani beberapa meter persegi di seberang rumahnya yang ditanami bunga krisan, timun, sawi, tomat, dan beberapa tumbuhan lainnya. Jika di jejaring sosial internet orang-orang sibuk menyapa tetangganya di halaman maya tak kenal waktu, maka Venetia benar-benar mengunjungi tetangganya yang kadang sedang menanam padi di sawah atau seorang pembuat keramik penuh seni untuk ritual minum teh di distrik sebelah, Sasano--tak jauh dari kediamannya.


Ia pun tak jarang dikunjungi oleh tetangganya seperti perempuan tua Ohara yang membawakannya sepeluk perilla hijau dan merah yang ditanamnya sendiri dengan segala perhatian. Ia membagi resep jus perilla, menukar kisah perjalanan waktu, melengkapi teks dengan intonasi, dan tak sempat menggunakan aplikasi photoshop untuk menyembunyikan keriput-keriput yang ditarik oleh tawa gembiranya.


Atau seorang kawan lama dari Inggris, Uwe Walter--saya menemukan akun facebook Uwe pada 29 September lalu dan melihat wall-nya sama sekali tak riuh, hanya ada satu postingan foto dan sejarah teman-teman yang masuk dalam friendlist-nya. Uwe seorang musisi sakhuhachi yang menikahi seorang gadis Jepang dan memutuskan menjalin kehidupan di daerah pedalaman Kyoto -- lebih dulu sebelum Venetia dan Tadashi. Ia berusaha bertahan hidup dengan belajar dari penduduk lokal tentang segala detail metode bertani; menanam beras merah dan sayuran organik.


"Saya berhutang pada mereka semua. Mereka telah mengajariku semua hal ini," kata Uwe menunjuk beberapa warga desa yang menonton dirinya sedang menanam padi di sawahnya.


Di episode terakhir yang saya tonton, Venetia mengunjungi Yasuko Iwata. Yasuko-san telah bercerai dengan suaminya sekian tahun lampau. Hak asuh atas kedua anaknya diberikan kepadanya. Anak saudagar ini kemudian memutuskan tinggal di Ohara setelah tiba-tiba melihat masa depan pada sebidang tanah di mana kemudian ia menggelar ratusan pohon blueberry.


Awalnya, anak keduanya tidak setuju dengan putusan tersebut ditambah kekhawatiran dari ibunya yang tahu kalau Yasuko tak memiliki dasar pengetahuan bertani. Tapi Yasuko bersikap militan dengan pilihannya. Ia melahap kupasan-kupasan blueberry organik dari sejumlah ahli pertanian. Yasuko melakukan ritual membaca setiap hari sebelum anak-anaknya terjaga di pagi hari. Ketekunannya berhasil menjadikannya saudagar selai blueberry tanpa pengawet.


Venetia berhasil menjalin relasi dalam kehidupan tanpa harus tergantung dengan riuh rendah manusia di sns internet dengan mengaktivitasi sensitivitas terhadap lingkungan terdekatnya. Melatih daya adaptasinya dengan mempelajari bahasa Jepang agar dapat lebur dengan penduduk setempat dan melepas hasrat untuk mengasingkan diri dari interaksi masyarakat dalam radius terdekat. Hidup tetap berjalan bagi Venetia dan orang-orang di Ohara dengan ritme dan harmoni yang mereka rangkai sendiri.


Hal ini mengingatkan saya pada seorang teman yang tiba-tiba me-deactivate akun facebook-nya tahun lalu. Kejadian itu memunculkan komentar dari teman lain, "Dia antisosial sekarang." Komentar itu membuat saya lantas bertanya-tanya, apakah laku sosial kita semata dinilai dari interaksi kita dalam produk-produk jejaring sosial di internet?


Peran Produsen dengan Pendukung Keterampilan Hidup


Kreativitas dalam menyiasati keperluan hidup juga satu poin menarik dari serial ini. Terkadang orang begitu rela mengorbankan banyak waktunya untuk bekerja menambah pendapatan, namun tak pernah berpikir bagaimana mengurangi pengeluaran mereka. Cara hidup Venetia mengesankan perlunya meminimalisasi pengeluaran rumah tangga dengan cara memproduksi sendiri sebagian bahan yang dibutuhkan keluarganya. Ini seiring dengan tren 'consume locally, produce locally' yang sedang menjalar sana-sini di Jepang.


Krisan dalmatian yang ramai nan elok di ladangnya dipadu dengan bawang putih, cabe kering, dan bahan lainnya ternyata dapat menjadi insektisida ramah lingkungan untuk mengusir serangga yang sering hinggap di bawah dedaun mawarnya. Pupuk kompos pun ia produksi sendiri dengan menebang berbatang comfrey --sejenis tanaman eurasia-- di ladangnya dan menaruhnya ke dalam bak kayu buatan suaminya, mendiamkannya beberapa bulan.


Seorang tetangganya, Masashi Shiomi, suatu waktu menyambangi kebun Venetia dan membagi ilmu kepadanya untuk membuat pagar tanaman yang tak mudah goyah oleh angin, pula mengajarkan bagaimana menyulap yoghurt menjadi insektisida yang aman untuk sayuran. Berkat Masashi, Venetia tak memerlukan om Google untuk menyelamatkan situasi di ladangnya.


Kondisi sosial dan alam yang belum tercabik pun memungkinkan ia mengambil secara bebas dedaun dan buah dari tanaman liar di sekitar sungai Takano dekat rumahnya yang masih bersih. Seperti yang dilakukannya dalam seri berjudul 'Mother Earth's Summer Blessing'.


"Ah, these are enough, the rest are for the birds," ucap Venetia setelah memetik beberapa gooseberry dari pohonnya dan menyisakan lebih banyak untuk burung-burung pemakan buah.


Gooseberry dari bumi yang dibaginya bersama burung-burung lantas dipertemukan dengan gula dan rapsberry hasil tuaian sebelumnya di atas panci keramik. Dalam sekian adukan memutar searah jarum jam, mereka lalu berubah wujud menjadi selai manis nan segar. Selai itu kemudian dibawa ke sebuah rumah yang juga berfungsi sebagai restoran milik pasangan Atshusi dan Juri Sumioka.


Atshusi-san sesekali menggelar workshop pembuatan roti di halaman rumahnya. Pesertanya beberapa warga setempat. Di sisi dapur, Juri-san dengan segenap keterampilan masaknya, mengolah sayur musiman yang ia ambil dari kebun ibunya setiap pagi. Setiap hari ia mencoba pendekatan baru dalam aktivitasnya membuat 'homemade vegetable' untuk dapatkan hasil terbaik.


"I put my heart when cook them. I cook them with respect," ujar Juri sambil memasak sayuran yang telah diasinkan dan menyandingkannya dengan gurih rumput laut hijiki.


Taman di sekitar rumah Venetia juga dimanfaatkan untuk menanam tumbuhan seperti bunga viola yang ia jadikan salad, basil untuk pesto yang pas menemani pasta dan hidangan ikan, bunga lavender sebagai pewangi sabun, bunga geranium ros untuk classy sherbet, atau tanaman yang merambat ke atap dekat jendela kamarnya untuk bantal herbal di musim dingin. Tentu semuanya tak dapat ia panen jika ia tidak memiliki keterampilan memelihara tanaman.


"There's no magic in gardening but there's reward for the entire effort," kata Venetia sembari berusaha memindahkan salah satu tanaman di tamannya dengan sekop, dalam salah satu seri memori musim panasnya.


Waktu Luang untuk Aktivitas Jiwa


"Each person is the main character of their own life," demikian Venetia menulis dalam diary-nya di sebuah petang hangat. Sebagai pemeran utama dalam hidupnya, Venetia menyadari bahwa tak ada yang terjadi di dunia ini oleh kesempatan, melainkan pilihan.


Pilihan juga yang mengantar Venetia ke Ohara, membangun rumah dengan taman ideal. Baginya, taman bagai kanvas dan warna cat diperoleh dari warna-warni alami bunga-bunga yang tumbuh di dalamnya. Lukisan berubah-ubah ketika musim berganti hadir di taman Venetia. Untuk menjadi master seni lukis taman, Venetia mempelajari bagaimana memelihara tanaman yang dipilihnya dan setiap hari ia berurusan dengan mereka. Selebihnya ia gunakan untuk aktivitas yang telah terpapar sebelumnya.


Tak terikat dengan jam kantor, membuat Venetia dapat mengatur waktu untuk segala pilihan aktivitasnya, termasuk waktu untuk istirahat. Waktu istirahat biasa dimanfaatkan oleh Venetia untuk menulis diary. Diary Venetia berisi refleksi hidup kesehariannya. Jumlahnya sudah memenuhi dua rak di kamarnya. Isinya berupa foto, esai, puisi, juga sketsa rumahnya yang ia buat sendiri. Semuanya mengurai pilihan-pilihan Venetia dalam kehidupan.


Selain menulis diary, ia juga sering menikmati lukisan tamannya di tengah permainan cahaya dari tiap fase hari, menghayati rinai hujan, atau menyesap kesadaran* dari teh yang ditanamnya sendiri di halaman rumah.



Mataram, 02.Oktober.10


* Teh adalah simbol kesadaran dalam filsafat Timur

No comments: